Pentingnya Taman kota dan Ruang terbuka hijau untuk Ruang komunikasi publik.
Sabtu Sore yang cukup cerah, dengan cuaca yang mendukung tidak terlalu panas cocok sekali untuk sekedar berjalan-jalan atau berkeliling melihat aktivitas kehidupan kota. Sedikit menghirup udara segar dan menikmati suasana menanti senja, menuju malam minggu yang sepertinya selalu menjadi malam yang ditunggu.
Kota yang tidak telalu besar dan
sibuk tapi cukup nyaman sebagai kota wisata yang genap berusia 5 tahun tanggal
25 oktober . Untuk mengelilingi kota rasanya cukup setengah jam saja sudah
kelar, dengan catatan menggunakan sepeda motor atau mobil. Karena kotanya
memang sebuah kota kecil namun cantik apik dan resik.
Bagi sebagian masyarakat di kota
ini, keberadaan sebuah taman atau fasilitas public sangatlah langka dan
terkesan hal yang baru dan mewah, kita dapat melihat dari antusias warga untuk
berfoto dan menikmati taman kecil di tepi jalan menuju kawasan wisata pantai
pangandaran. mereka dengan malu-malu dan canggung berdiri di dapan patung ikan
raksasa yang baru selesai dibangun sekitar seminggu yang lalu. Sedikit tersenyum
dan berpose untuk di abadikan di dalam foto.
Tidak hanya satu atau dua orang
yang melakukan hal tersebut, hampir setiap anak muda yang melalui jalan itu
sesekali berhenti dan mengeluarkan kamera ponselnya untuk berfoto atau selfie
dengan latar belakang patung ikan Blue Marline sebagai ikon baru kota
pangandaran.
Tidak ketinggalan juga ibu-ibu
jaman Now dan anaknya yang biasanya masih duduk di bangku SD diajak selfie sebagai bukti mereka adalah
bagian dari masyarakat kekinian yang selalu up to date mengenai tampilan sosial
media mereka. Sepertinya jika tidak melakukan hal tersebut mereka terkesan
ketinggalan dan kampungan. Mungkin hal tersebut menjadi kebanggan tersendiri
jika mereka sudah tampil sebagai masyarakat kekinian dan apa yang mereka
kerjakan semua orang mengetahuinya.
Beberapa gerombolan anak muda
sedang asik mengobrol dan bercanda tawa di area taman, sebagian ada yang sedang
pamer dengan motor baru mereka, atau ada yang datang berdua dengan perasaan
malu dan canggung untuk berfoto dan akhirnya berhasil mendapatkan foto yang
mereka ingin , kemudian tertawa dan kabur entah kemana, tau-tau sudah
terpampang nyata di lini media sosial memenuhi notifikasi.
Tidak sedikit pula masyarakat
yang datang hanya sekedar penasaran dengan ikon baru kota pangandaran, yang
konon merupakan patung ikan controversial karena dibangun dengan membongkar
patung lama yang merupakan karya seorang seniman maestro Indonesia I nyoman
Nuarta.
Patung lama di bongkar paksa
dengan menggunakan alat berat tanpa ada solusi untyk memindahkan nya. sekali
hantaman becko patung yang memiliki nilai historis dan karya seni maestro itu
langsung rata dengan tanah.
Namun nasi sudah menjadi bubur,
yang sudah terjadi biarkan untuk dilupakan, dan biarkan yang baru datang dipuja
dan dicinta. Seperti patung Blue marline sepertinya memiliki fans baru yang fanatic,
sampai untuk mendapatkan gambar dengan latar belakang ikan besar berwarna biru
saja mereka tidak mengindahkan keselamatan mereka dan sedikit tidak beretika.
Berdiri di tengah jalan atau
duduk di tembok kolamnya dengan berbagai gaya nyentrik yang sebenarnya kurang
etis, selain dapat merusak fasilitas yang ada disana juga dapat mengganggu
ketertiban umum. Bisa saja sedang asik berfoto tidak sengaja eh.! terpeleset
dan jatuh ke kolam, atau sedang asik bergaya tiba-tiba terserempet kendaraan,
Kan tidak asik untuk di kenang. Lokasi patung ikan blue marlin memang tepat
berada di tengah tengah jalan raya yang merupakan simpang utama kota
pangandaran dan sebagai beranda depan kota wisata yang memiliki pantai yang
menjadi tujuan favourite wisatawan. Sehingga aktivitas berfoto selfie merupakan
kesalahan besar jika harus sampai menyebrang ke bundaran dan tepat di depan
patung ikan. Alih-alih mau eksis dengan senyum ceria malah dapat cedera.
Sebenarnya masih banyak cara
untuk mendapatkan foto yang keren tanpa harus melakukan hal yang membahayakan
Diri, kita sebagai warga masyarakat yang baik dapat berfoto di tepian jalan
atau di taman saja dengan latar belakang patung ikan, tanpa harus menyebrang
dan terlalu dekat dengan si Blue marline.
Selain menjadi pusat untuk
berfoto ternyata taman kecil yang berada tepat di jantung kota pangandaran,
juga dijadikan sebagai ruang komunikasi public. Beberapa komunitas dari club
motor, anak-anak fotographi, anak alay, atau komunitas pecinta lingkungan berkumpul
disana sekedar untuk saling bersapa dan bertukar informasi yang sedang menjadi
topic hangat saat ini.
Beberapa tahun belakangan ini
memang ruang terbuka hijau (RTH) untuk masayarakat sangat di gandrungi, selain
memiliki banyak hal positif tentu sebagai salah satu bentuk keindahan
lingkungan. Ruang terbuka hijau merupakan elemen penting dalam menciptakan kota
yang impresif dan berkulitas dalam mewujudkan kota ekologis.
Penetapan proposrsi 30%oleh
pemerintah terhadap pembanguna Ruang Terbuka Hijua/ Publik, adalah ukuran untuk
menjamin keseimbangan pembangunan sebuah kota.
Taman-taman kota menjadi ciri khas
di setiap kota, pemerintah daerah berlomba-lomba mempercantik beranda kotanya
agar mampu menarik minat orang atau wisatawan datang berkunjung ke kota
tersebut.
Hal tersebut disambut positif
oleh masyarakat yang memang menginginkan sesuatu yang baru dan segar di dalam
lingkungan mereka. Suasana yang rapih bersih tentu dapat membuat seseorang lebih
dapat berpikir jernih, berbeda dengan jika kita melihat suasana yang semrawut
dan kotor.
Sejatinya pembuatan taman adalah
untuk melengkapi fasilitas public agar dapat berinteraksi satu dengan yang
lainnya. Masyarakat selama beberapa tahun ini sudah terbelenggu dengan komunikasi
virtual yang sepertinya membuat komunikasi yang konvensional sangat berkurang.
Orang-orang lebih senang
berkomentar lewat sosial media daripada berkomunikasi pada forum-forum resmi
yang saling tatap muka. Orang bebas berkomentar apapun tanpa mempedulikan siapa
yang dikomentari. Sebenarnya itu sah-sah saja selama masih dalam tahap dan
batas yang wajar. Namun apakah ketika kita sedang berkumpul dan bertemu
seseorang atau kelompok, kita masih asik dan sibuk dengan dunia yang sebenarnya
tidak pernah kita nikmati secara nyata. Semua dunia dalam sosial media adalah
wadah yang tidak dapat kita sentuh sepenuhnya.
Namun dengan adanya taman dan
ruang terbuka public, sepertinya sedikit membantu masyarakat untuk dapat komunikasi
kembali secara verbal atau konvensional. Saling berbicara dengan bertatap muka,
jenis komunikasi seperti ini lebih ada batas kesadaran diri dalam menyampaikan
hal-hal yang akan di ucapkan, karena disana terdapat sebuah hukum yang tidak
terlihat, bagaimana kita menghargai orang yang ada di hadapan kita bagaimana
kita bersikap. Hal itu Sangat bertolak belakang dengan komunikasi menggunakan
media sosial yang lebih bebas. Karena kita tidak secara langsung berhadapan
dengan lawan komunikasi kita. Kita pun dapat dengan sesuka hati berkomentar,
padahal kita tidak tau apa yang sebenarnya terjadi, terlebih kita tidak kenal
dengan orang yang kita komentari.
Komunikasi menjadi lebih efektif
ketika setiap orang yang terlibat itu memiliki persepsi yang sama dan dalam
waktu yang sama. Sehingga ketika saling memberikan pendapat satu sama lain kita
tau ekspresi mereka. Berbeda sekali ketika kita berbicara sosial media, kita
tidak tau apa yang sebenarnya mereka ungkapkan, apakah kenyataan dengan apa
yang dirasakan oleh dirinya atau hanya sebuah ungkapan biasa saja, secara
psikologi kurang mendalam. Karena komunikasi adalah paket isyarat yang
melibatkan pesan verbal, isyarat tubuh, atau kombinasi keduanya. Biasanya terjadi
dalam “paket” Pittenger, Hocket,& Danehy, 1960). Biasanya prilaku verbal
dan non verbal itu memperkuat saling mendukung.
Dalam hal ini Ruang terbuka
public memliki peran yang cukup besar dalam membuat komunikasi yang efektif
untuk dewasa ini, mengapa demikian, karena melihat perubahan yang cukup pesat
terhadap telekomunikasi, sehingga orang dengan mudah berkomunikasi lewat
perangkat komunikasi mereka.
Walau memang semuanya efektif
namun hal berbeda akan sangat terasa ketika komunikasi itu bertemu dan saling
tatap muka. Kita dapat mengetahui apa yang sebenarnya dari gesture, mimic wajah,
dan suara yang kita dengar.
Jadi keberadaan ruang terbuka
public sangat membantu masyarakat dalam menjalin komunikasi yang baik, menambah
wawasan dengan berinteraksi secara langsung, menumbuhkan sikap toleransi yang
semakin hari semakin terkikis oleh keberadaan sosial media yang lebih banyak
menyebarkan berita hoax.
Maka dari itu ruang terbuka
public secara bertahap dan berkelanjutan menjadi program setiap pemerintah
daerah untuk meningkatkan indeks bahagia masyakaratnya. Dan sebagai ruang
bersosial yang ramah lingkungan.
ReplyDeletemari gabung bersama kami di Aj0QQ*co
BONUS CASHBACK 0.3% setiap senin
BONUS REFERAL 20% seumur hidup.